MONEY
POLITIK
Diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Bahtsu Masail
Dosen :Drs H Nanang Naisabur SH
Oleh
:
Saeful Akmal
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM AL-FALAH
CICALENGKA-BANDUNG
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian Money politik 2
2.
Faktor Money Politik 3
3.
Peran Ulama 4
4.
Peran Gereja dan Pembuka Agama 4
5.
Peran Kaum
Terpelajar 4
6.
Hukum Money Politik 5
7.
Dasar Hukum Money Politik 6
BAB III PENUTUP 6
1. Kesimpulan 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah
proses pemilihan seseorang untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu.
Jabatan-jabatan tersebut beranekaragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di
berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa, pada konteks luas pemilu
juga dapat berarti proses mengisi jabatan-jabatan,walaupun untuk ini kata
“Pemilihan” lebih sering digunakan. Dalam pemilu, para pemilih disebut konstituen,
dan kepada mereka para peserta pemilu menawarkan janji-janji dan programnya
pada masa kampanye dilakukan selama wakatu yang telah ditentukan, menjelang
hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan
di mulai. Pemenang pemilu di tentukan oleh aturan main atau system penentuan
pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan ditinjaui oleh para peserta, dan
disosialisasikan ke para pemilih.
Era globalisasi yang semakin
bekembang pesat menuntut kita untuk semakin aggressive dalam menghadapi segala
problematika kehidupan, misalnya, ada sebagian masyarakat yang beranggapan
bahwasanya setiap pemilihan umum datang berarti waktu itu pula masyarakat akan
mendapatkan berkah yang melimpah dengan banyaknya uang yang akan diberikan pada
saat kampanye tiba, lebih-lebih yang sangat
mengkhawatirkan lagi adalah pada saat menjelang pencontrengan atau
pencoblosan (serangan fajar) atau yang lebih dikenal dengan istilah money
politik.
Inilah yang menjadi permasalahan
saat ini ditengah masyarakat untuk lebih
memahami dan mengerti tentang money politik, saya angkat makalah ini sesuai
dengan tema yang di tugaskan dosen, yaitu
yang akan di bahas adalah tentang Money Politik.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu Money
Politik?
2. Apa penyebab
adanya Money Politik?
3. Dan apa
hukumnya Money Politik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Money Politik
Dalam istilah umum Politik
uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji
menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih
maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan
umum. secara umum adalah; Permainan uang dalam politik, selain biaya administrif pendaftaran
dan ongkos kampanye (sesuai ketentuan KPU). Selanjutnya, money politik secara
khusus dapat diartikan sebagai pembelian suara; yaitu suatu praktik pemberian atau
janji hadiah dalam proses pemilu baik itu berupa uang, atau barang, atau
sembako, atau jabatan tertentu kepada seorang yang memiliki hak pilih.
Money politic dalam Islam disebut
risywah (suap), yang dalam prakteknya bisa berbentuk sedekah dan zakat yang
belakangan ini marak terjadi di tengah masyarakat, maupun pemberian uang secara
langsung dan tak langsung, komitmen pada sebuah janji, ataupun cara-cara lain
yang bertujuan mempengaruhi pilihan dalam sebuah pesta demokrasi, baik
pemilihan presiden, kepala daerah, dan legislatif.
"Risywah dalam
politik sama halnya dengan melakukan korupsi yang merupakan perbuatan keji dan
diharamkan oleh agama,"
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw
bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ
وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ
“Allah melaknat penyuap dan penerima suap dalam hukum (pemerintahan).”(HR Ahmad,
Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye[1].
Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai
politik menjelang hari H pemilihan
umum.
Pengaturan terkait pemberian ini bisa dilakukan dengan cara: Pembatasan nominal uang atau nilai
nominal barang jika diuangkan. Misalnya, maksimal Rp.20.000,
B. Faktor Money Politik
Penyebab dari politik uang ini, berdasarkan arah terjadinya dapat dibagi
menjadi dua: Pertama, karena keinginan caleg untuk menang. Kedua, karena keinginan
pemilih untuk menerima. adapun faktor lainnya:
1.
Kurangnya komitmen para pejabat, pegawai, kelompok
tertentu, dan sebagian masyarakat dalam memegang keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Kurangnya komitmen pejabat,
pegawai, atau sebagaian masyarakat dalam menjunjung tinggi niali-nilai demokrasi,
3.
Keinginan untuk
memperoleh jabatan dan mempertahankan kekuasaan,
4.
Ketidaksukaan
pemilih terhadap caleg atau partai tertentu,
5.
Kekayaan
yang diperoleh anggota legislatif,
6.
Pengaruh
ajaran kapitalis,
7.
Tingkat
kemakmuran rakyat yang masih rendah.
Jumlah penduduk miskin di Jakarta naik, per September 2013 tercatat 375.700 jiwa atau meningkat
0,02%, dibandingkan pada periode sama tahun sebelumnya, yakni 366.770 jiwa
(3,70%)[2].
Sumber lain, Bank Dunia menyampaikan catatannya bahwa 40% orang Indonesia masih
miskin.[3]
Politik uang adalah perbuatan yang tidak bisa ditutup-tutupi, karena
pelakunya bukan satu dua orang saja. Semua pihak yang berkompeten dengan
masalah pemilu atau pemerhati pemilu, seharusnya mempelajari undang-undang
pemilu. Apabila ada hal "yang mengganjal" di pikiran mengenai
undang-undang pemilu atau yang terkait dengan pemilu maka segera suarakan untuk
membenahi atau menyempurnakan undang-undang yang sudah ada. Selain itu,
Undang-undang mengenai politik uang ini perlu disosialisasikan sampai ke
pelosok-pelosok. Sosialisasi Undang-undang mengenai politik uang ini bisa
efektif dengan poster atau stiker. dan atau spanduk.
C. Peran Ulama
Selain perlunya sosialisasi dari pemerintah atau Panitia Penyelenggara
Pemilu mengenai Undang-undang politik uang, peran ulama[4]
sangat signifikan dalam memberikan fatwa mengenai politik uang ini. Di
Indonesia kita mengenal beberapa organisasi ulama, seperti MUI, NU dan
Muhammadiyah.
Pada tanggal 17 mei 2013, Lajnah Bahtsu Masail Majlis Wakil Cabang
Nahdlatul Ulama Kecamatan Jekulo, Kudus, dalam sidang bahtsu bulanan
menetapkan;”Haram hukumnya money politik”, dengan alasan karena praktik
tersebut melanggar UU Negara. Sudah menjadi tugas dan kewajiban kaum Nahdliyin
untuk membantu tegaknya Hukum Konstitusi Negara melalui salah satu trias
hukum culture; mengajak masyarakat sadar
dan berbudaya hukum sesuai norma hukum dan agama.
D. Peran Gereja dan Pemuka Agama Lainnya
Selain perlunya sosialisasi dari pemerintah atau Panitia Penyelenggara
Pemilu mengenai Undang-undang politik uang, peran Gereja dan Pemuka Agama
Lainnya juga signifikan dalam memberikan fatwa mengenai politik uang ini kepada
umatnya.[5]
E. Peran Kaum Terpelajar
Selain perlunya sosialisasi dari pemerintah atau Panitia Penyelenggara
Pemilu mengenai Undang-undang politik uang, peran ulama, peran Gereja dan
Pemuka Agama Lainnya, juga adanya pengaruh kaum terpelajar dalam memberikan
"fatwa" mengenai politik uang ini kepada masyarakat menentukan juga.
Dalam hal ini, Yulius Tandyanto mengolah pemikiran Hatta dan Pramoedya
bahwa pengetahuan yang diperoleh kaum terpelajar (seharusnya) bukanlah melului
mengedepankan aspek akal (ilmu pengetahuan), tetapi juga kedalaman jiwa seorang
terpelajar. Tujuannya, agar kaum terpelajar dapat menyumbangkan segenap
kemampuan mereka untuk menata kekayaan alam dan hidup bermasyarakat dengan
sejujur-jujurnya, seadil-adilnya, dan sehormat-hormatnya.[6]
F. Hukum Money
Telah digagas
oleh Ir.Soekarno lebih dari setengah abad silam, yaitu mufakat,atau bisa juga
disebut demokrasi, dengan berlandaskan Pasal 1 ayat 1KUHP, maka diterbitkanlah
undang undang baru untuk menjerat tindakan money politik.
Di dalam KUHP (induk pidana umum) terdapat 5 pasal mengenai tindak pidana “Kejahatan Terhadap Pelaksanaan Kewajiban dan Hak Kenegaraan” yang ada hubungannya dengan pemilihan umum. Di sini akan mengutip 1 pasal terkait delik money politik, yaitu pada Pasal 149 yang berbunyi;
Di dalam KUHP (induk pidana umum) terdapat 5 pasal mengenai tindak pidana “Kejahatan Terhadap Pelaksanaan Kewajiban dan Hak Kenegaraan” yang ada hubungannya dengan pemilihan umum. Di sini akan mengutip 1 pasal terkait delik money politik, yaitu pada Pasal 149 yang berbunyi;
“..menyuap atau berjanji menyuap
seseorang agar jangan menggunakan haknnya untuk memilih; diancam pidana penjara
selama-lamanya 9 (sembilan) bulan atau denda Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus
rupiah”).
Kemudian
dari KUHP tersebut, delik dirumuskan dan dikodifikasi ulang dalam undang undang
khusus pemilu (UU Pemilu) 1999, dan diperbaharui lagi dalam UU Pemilu 2008 yang
diterbitkan oleh Presiden SBY dalam lembar Negara Republik Indonesia Nomor 10.
Berikut bunyi lengkapnya;
“barang siapa pada waktu
diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian
atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya
untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana
dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga
kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”
Pasal 73 ayat 3 UU Pemilu No.3 Tahun 1999.
““pelaksana peserta atau petugas
kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada
peserta pemilu” Pasal 84, Ayat 1 Huruf
J, UU Pemilu No.10 Tahun 2008.
Delik money politik juga diatur
dalam undang undang Pilkada Tahun 2004 dengan bunyi;
“setiap orang yang dengan sengaja
memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak
menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak
sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp satu juta rupiah (1.000.000) “ UU Pilkada No.32 Pasal 117
Tahun 2004.
Sayang, semua UU di buat tapi sampai kini belum efektif. Artinya, masih ada kasus praktik ‘money politik’
yang terjadi di lapangan (praktis) belum ada yang diperkarakan.
G.
Dasar Hukum Money Politik
Imam
al-Hasan dan Said bin Zubair menafsirkan ungkapan al-Quran yaitu `akkâlûna li
al-suhti` sebagai risywah atau suap.
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka“. (QS al-Maidah 5: 42).
Memakan harta
hasil suap-menyuap atau risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan
memakan barang yang diharamkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
وَلَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ
لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Dan Janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS al-Baqarah 2: 188).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw
bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ
وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ
“Allah melaknat penyuap dan penerima suap
dalam hukum (pemerintahan).
”(HR. Ahmad, Abu
Dawud dan al-Tirmidzi)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Money politik adalah usah untuk mempengaruhi
atau untuk mendapatkan simpati sebagian
kelompok masyarakat, supaya mengikuti kehendaknya baik itu untuk mengubah hak
pilihnya atau untuk tidak menetukan hak pilihnya dengan cara mengiming-imingi
uang, barang, atau jabatan.
Money politik sangat berpengaruh terhadap
masyarakat awam dan masyarakat yang kekurangan kebutuhan ekonomi. Dengan hal
ini perlu adanya usaha untuk mengsosialisasikan tentang pentingnya nilai-nilai
demokrasi
Adapun hukum Money Politik Melalui gagasan Ir.Soekarno,
Money Politik sudah menjadi bukti bukan permasalahan yang baru, yang sudah di
sah kan berdasarkan UU, dan melalui Perumusan
UU yang dirumuskan ulang dalam
undang undang khusus pemilu (UU Pemilu) 1999, dan diperbaharui lagi dalam UU
Pemilu 2008 yang diterbitkan oleh Presiden SBY dalam lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 10. Pada tanggal 17 mei 2013, dan diperkuat lagi dengn Lajnah
Bahtsu Masail Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jekulo, Kudus,
dalam sidang bahtsu bulanan menetapkan;”Haram hukumnya money politik”, yang diperkuat
lagi dengan dasar-dasar hokum Al-Qur’an dan Hadits.
[2] megapolitan.kompas.com/read/2014/04/22/1703269/.....
[4] id.wikipedia.org/wiki/kategori:ulama
[5] id.wikipedia.org/wiki/gereja
[6] www.leimena.org/id/page/v/685-manusia-....
0 komentar:
Posting Komentar